Navigasi

22 April 2011


Berita Duka Cita: Martin Mirawan

Bagi yang mungkin sudah menanti-nanti kelanjutan dari kisah wisata saya ke Pulau Tidung, mohon maaf akan terseling dengan kiriman ini terlebih dahulu. Mungkin akan dilanjutkan kembali setelah saya menyelesaikan UTS Semester 4 yang sedang saya jalani ini.

Lewat kiriman ini saya ingin menyampaikan berita yang cukup mengejutkan yang berasal dari kalangan Bluejack, yaitu meninggalnya salah satu anggota Bluejack yang benar-benar di luar dugaan. Lewat kiriman ini juga saya ingin menyampaikan belasungkawa saya kepada keluarga yang ditinggalkannya.

Siapakah beliau?

Yah, berita ini sebenarnya sudah cukup tersebar, sampai ke kalangan di luar Bluejack. Hal ini terbukti dengan beberapa teman saya yang sempat memastikan kebenaran berita ini pada saya, baik melalui YM maupun FB. Namun, bagi yang belum mengetahuinya, yang saya maksud di sini adalah Martin Wirawan.

Tanpa mengesampingkan apa yang dirasakan oleh pihak keluarga dan sahabat yang lain, tentu ini merupakan pukulan besar bagi SLC. Tepat kemarin, SLC kehilangan salah seorang dari Network Administrator & Technical Supportnya. Beliau adalah seorang pria kelahiran 14 Februari 1990 berzodiak Akuarius, sekaligus penggemar anime-manga yang menulis web CAniManga. Beliau berkuliah di universitas yang sama dengan saya yaitu Universitas Bina Nusantara, sedangkan untuk sekolahnya beliau berasal dari Kolese Kanisius Jakarta.

Relasi saya dengan beliau

Saya sendiri pertama kali bertemu beliau saat saya mulai bekerja di SLC ini. Beliau sendiri merupakan angkatan 09-2 dari Bluejack yang akrab dipanggil dengan insialnya yaitu MW. Saya pun sering menyalin anime-anime dari beliau, di antaranya adalah "Clannad" dan "Baka to Tesuto to Shoukanjuu". Beliau sendiri pernah juga meminta saya anime-anime yang saya miliki. Saya pernah menunjukkan "Code Geass", namun beliau sudah memilikinya dan bahkan dengan kualitas yang lebih bagus dari pada yang saya miliki. Dan, pada akhirnya sampai pada kepergiannya kemarin, saya belum sempat membagikan satu anime pun kepada beliau.

Selain dengan kesukaan akan animanga dan bahasa Jepang — karena beliau sering sekali mengucapkan ungkapan selamat ulang tahun kepada teman-teman beliau di facebook dalam bahasa Jepang, ia juga dikenal sebagai 3D Modeller dan Game Programmer. Salah satu hasil karyanya sempat saya mainkan adalah permainan tembak-tembakan menggunakan pesawat yang saya sendiri lupa apa judulnya.

Selain itu juga saya pernah coba permainan terakhir yang ia buat berjudul "Izuna Chronicle". Ini adalah hasil kolaborasi antara MW, AB, dan HU. Saya pun sempat memainkan beberapa versi pra-rilisnya dari yang belum ada background dan conversationnya maupun yang sprite animationnya terlalu cepat. Beliau pun suka meminta saran saya mengenai "Izuna Chronicle" tersebut. Secara keseluruhan permainan platformer cukup menarik terutama dalam jalan ceritanya yang unik yaitu mengenai dua orang (Izuna dan satu lagi yang saya lupa siapa namanya) memasuki reruntuhan yang penuh musuh untuk menemukan kode sumber untuk tugas MPF. Akhir permainan itu pun tak terduga, di mana mereka tidak berhasil menemukan kode tersebut dan akhirnya berusaha mengerjakannya sendiri.

Saat-saat terakhir

Tentu hal di atas tak akan mudah terlupakan, meskipun beliau sudah tiada. Beliau meninggalkan kita semua sekitar jam lima subuh kemarin, Kamis 21 April 2011 pada umurnya yang ke-21 tahun, yang dikabarkan akibat serangan jantung. Beliau disemayamkan di Rumah Duka Saint Carolus unit Kristoforus dan akan dikremasikan besok, Sabtu 23 April 2011 pukul 12 siang di Krematorium Cilincing.

Tidak ada tanda-tanda akan kepergian maupun keterangan tentang sakit apa yang mungkin dideritanya. Suatu kiriman facebook tentang sakit yang sudah lama pernah ia bagikan adalah "Semoga penyakit gw cepet sembuh.. Amin...". Sedangkan kiriman terakhir yang ia bagikan adalah "Ternyata game yang cocok dimainin sebelum game design & programming adalah game racing..." pada Rabu 20 April 2011 pukul 16:28 yang sempat saya juga sukai.

Ungkapan duka cita

Walau pun saya tidak bisa mengahdiri pelayatan dan hanya memberikan sumbangan yang tidak seberapa, biarkan saya menyampaikan ungkapan duka. Semoga beliau bisa diterima dan bisa beristirahat dengan tenang di sisi-Nya. Terima kasih pula saya sampaikan atas segala yang telah beliau berikan selama ini. Dan, bagi keluarga yang beliau tinggalkan, semoga diberikan ketegaran dan tetap semangat dalam menghadapi cobaan ini.


Selamat jalan,
Martin Mirawan

Lahir: 14 Feb 1990
Wafat: 21 Apr 2011


"Simply learning that there are others better than oneself is an important step to self-advancement"
- Kutipan Favorit Martin Wirawan



NB: Mohon maaf dan mohon pembetulannya bila ada kesalahan dalam kiriman ini.
Lihat pula: Video klip yang didedikasikan untuk Martin Wirawan.

03 April 2011


Wisata ke Pulau Tidung yang Mendebarkan (2)


Hai, pengunjung setia Isamu no Heya!

Ini adalah kiriman perdana saya untuk bulan ini. 3 April 2011 ini adalah hari di mana tepat satu tahun sejak saya pertama diritual sekaligus tepat 30 hari sejak wisata saya ke Pulau Tidung. Di sini, saya tidak akan membahas mengenai ritual di Bluejack (mengetahui apa yang terjadi pada Noboru Yoshikawa mungkin akan cukup membantu memahami apa itu ritual), karena sepertinya akan menuai protes (lagi), tapi saya akan melanjutkan kisah perjalanan saya ke Tidung.

Kapal yang kami naiki (diambil di Tidung)
Tiba di rumah

Setelah tak lama kami berada di pelabuhan, tiba lah kami semua di sebuah rumah yang akan menjadi tempat tinggal kami, diantarkan oleh pemandu lokal setempat. Dalam perjalanan menuju rumah tinggal kami di pulau Tidung ini, kami semua dapat melihat laut baik dari sebelah kiri maupun sebelah kanan. Maklum, pulau ini tidak memang terlalu lebar yang katanya hanya berkisar 200 meter. Jalan utamanya sendiri tak seperti jalan raya pada umumnya, di sini bisa dibilang cukup sempit, beralaskan paving block, dan hanya dilintasi sepeda dan sepeda motor - tidak ada mobil.

Kembali ke masalah rumah. Bisa dibilang rumahnya cukup sederhana. Di bagian depan ada gerbang kecil di mana di baliknya ada teras dengan tembok pendek bertegel yang bisa dipakai untuk duduk-duduk. Ada pula beberapa kursi di sebelah kiri dan ada juga pohon belimbing kecil di sebelah kanan. Di balik pohon belimbing, ada juga meja besar yang pada saat kami datang sudah terisi makanan seperti sop, ikan goreng, dan beberapa lauk sederhana lainnya, ada pula kerupuk di sana.

Ya, karena sudah disiapkan, tentunya kami melanjutkan dengan makan. Sebenarnya saya tidak menyangka juga makan siangnya akan diadakan di depan rumah seperti ini. Saya kira akan ada di rumah makan di tepi pantai atau semacamnya, karena di menu ada pula makan kelapa. Saat kami makan pun, tak lama kelapa diantar yang sepertinya dari penjual setempat. Sang pengantar pun mau apabila kita memintanya untuk membelah kelapa tersebut agar bisa diambil dagingnya. Saya sendiri hanya meminum airnya karena sudah cukup kembung untuk meminum air dari satu kelapa.

Waktu bebas di hari pertama

Setelah selesai makan dan saling bercanda, masih ada banyak waktu sebelum kegiatan snorkeling yang baru akan dimulai pada jam satu siang nanti. Kami semua sepakat untuk berkeliling di pulau ini. Sepertinya yang dijanjikan, sudah disediakan sepeda untuk masing-masing kami. Walaupun ada yang tak sesuai janji. Pihak travelnya sendiri pernah berkata bahwa akan disediakan sepeda boncengan untuk yang tidak dapat naik sepeda, yang dalam kasus ini hanya saya. Dan, ternyata kini tak ada!

Nah, masalah yang satu ini sempat memperlambat rencana berkeliling ini. Saya sendiri sempat bingung harus bagaimana, apakah harus berjalan mengikuti yang lain atau tidak. Untungnya sang pemandu lokal memiliki sepeda motor yang akhirnya ia pakai untuk memboncengkan saya. Saya paling terakhir berangkat, lalu melintasi beberapa teman-teman yang bersepeda tadi, dan tiba di ujung Pulau Tidung Besar lebih cepat dari beberapa yang lain. Dalam perjalanan, kami semua akan melewati beberapa rumah penduduk, warung, kantor polisi, maupun SMK. Saya pun sempat mengambil gambar dalam perjalanan ini. Di samping ini adalah salah satu gambarnya.

Saat tiba di pengujung Tidung Besar ini, Kami semua memarkirkan kendaraan kami di sini - di depan sebuah pantai lainnya yang indah seperti yang ada pada gambar di samping ini. Tujuan kami sekarang Pulau Tidung Kecil yang ada di seberang pulau Tidung Besar ini, dan akan dilanjutkan dengan berjalan kaki melalui jembatan panjang yang sering dinamai dengan Jembatan Cinta.

Jembatan Cinta sendiri hanya lah jembatan kayu berbelok-belok yang menjadi penghubung satu-satunya antara Pulau Tidung Besar dengan Pulau Tidung Kecil yang tak berpenghuni ini. Menurut pemandu lokal kami, dahulunya jembatan ini sendiri adalah sebuah jembatan terapung. Namun karena mudah rusak, maka diganti dengan jembatan bertiang yang tidak lagi mengapung di atas laut.

Jembatan yang ada sekarang pun sudah tidak begitu baik lagi. Di bagian depan, ada tangga besi berundak yang sudah berkarat baik lantai maupun pegangannya. Dilanjutkan dengan jembatan kayu berkelok-kelok tanpa pegangan tangan yang kayunya sudah banyak bagian berlubangnya dan ditambal-tambal. Dilanjutkan kembali dengan jembatan kayu berpegangan tangan yang lebih terawat. Dilanjutkan kembali dengan jembatan kayu tanpa pegangan tangan seperti yang sebelumnya. Di dalam perjalanan, ada pula tempat berteduh yang sudah runtuh. Dalam perjalanan ini, sempat pula diambil beberapa foto. Contohnya saja, foto profil saya saat ini.

 
Jembatan Cinta (kiri) dan Pulau Tidung Besar dilihat dari Pulau Tidung Kecil (kanan)

Setelah sampai di Pulau Tidung Kecil, apa kalian tahu apa yang dilakukan pertama-tama? Ternyata, beberapa dari teman saya itu malah bersembunyi di balik pohon untuk buang air kecil. Setelah itu dilanjutkan dengan foto-foto bersama di atas pasir pantai. Ternyata cukup sulit juga untuk berjalan di atas pasir karena pasir tersebut bisa berjalan bersama air dan semakin lama pijakan akan semakin dalam.

Pengalaman pertama berada di laut lepas

Setelah cukup foto-foto di Pulau Tidung Kecil, kami semua kembali ke penginapan kami di Pulau Tidung Besar. Kami semua menantikan untuk snorkeling yang akan dilaksanakan jam 1 siang nanti. Saya sendiri tidak mempersiapkan apa-apa untuk snorkeling nanti karena saya juga sebelumnya tidak pernah snorkeling. Saya hanya membawa tas tangan yang berisi pakaian ganti, seperti yang disarankan dalam buku panduan dari travel yang dibagikan sesuai keberangkatan.

Setelah jam satu tiba, sebenarnya lebih sih, kami semua berangkat ke pelabuhan yang sama dengan pelabuhan tempat kami tiba sebelumnya. Namun kali ini kami menaiki kapal yang lebih kecil. Bagaimana kondisi di dalam kapal tersebut bisa dilihat di gambar di samping. Masih sama seperti saat menaiki kapal menuju Tidung, kami semua dibagikan jaket keselamatan di awal. Bedanya, kini dibagikan pula perlengkapan untuk snorkelingnya yang meliputi diving mask, snorkel, dan swimfin. Dan, kali ini kami semua kebagian semua perlengkapan itu.

Untuk diving mask maupun snorkel tidak perlu lama-lama memilih, namun untuk swimfin perlu dipilih-pilih dahulu mana yang sesuai dengan ukuran kaki masing-masing. Setelah mendapat peralatan masing-masing, semua mulai mencoba untuk mengenakan peralatan tersebut. Saya sendiri sempat mengelap dahulu snorkel yang ada dengan baju. Ini karena ujung snorkel tersebut harus dimasukkan ke dalam mulut, dan mungkin tidak dibersihkan dahulu sebelumnya.

Ternyata perjalanan yang ditempuh pun cukup jauh. Sepertinya lebih dari setengah jam, walaupun saya sendiri tidak mengingat pasti seberapa lama waktunya. Sebelumnya sesuai dengan buku panduan, kami akan pergi ke Pulau Karang Beras dan sekitarnya. Namun ternyata berubah, karena dinilai tempat yang sekarang akan kami kunjungi ini merupukan titik yang lebih baik untuk snorkeling. Lokasinya sendiri di mana saya tidak tahu. Kami hanya mengikuti ke mana sang nakhoda membawa kami.

Setelah sampai pada titik yang dituju dan kapal berhenti, beberapa langsung terjun dari kapal menuju laut lepas. Karena saya sedikit takut, saya mengenakan semua peralatan snorkeling yang disediakan, lalu turun di bagian belakang kapal yang ada tangganya. Bila dari sini, akan lebih mudah untuk kembali ke kapal bila terjadi sesuatu. Saat sudah turun pun saya tidak jauh-jauh dari dan masih berpegangan pada kapal. Dan sebenarnya snorkel dan diving mask itu sedikit menyulitkan bernapas ketika hanya mengapung. Maklum, kita sudah terbiasa bernapas dengan hidung, sedangkan pada saat mengenakan snorkel dan diving mask ini kita harus bernapas melalui mulut.

Saat mau naik kembali ke kapal pun saya mengalami kesulitan. Di dalam air ini, kaki agak susah untuk ditegakkan ke bawah. Namun akan terangkat seakan akan sejajar dengan permukaan air. Saat ini lah kaki saya sepertinya terbentur dengan bagian kapal atau dengan tangga besi pada kapal tersebut yang menyebabkan kaki kiri saya terluka yang tandanya masih ada sampai kiriman ini diturunkan. Saat sudah meraih tangga, kini swimfinlah yang menyulitkan saya. Sempitnya ruang kosong antara tangga dan badan kapal membuat hanya sedikit ujung depan dari kaki saya yang bisa menapak pada tangga, sisanya swimfinlah yang menapak. Dengan bantuan tarikan teman, saya pun akhirnya bisa kembali ke atas kapal. Setelahnya saya sadari, harusnya saya melepas swimfin terlebih dahulu sebelum naik.

Mengunjungi keramba

Setelah acara snorkeling selesai, kami tak begitu saja diantar kembali ke Pulau Tidung. Masih banyak pengalaman tak terlupakan menanti. Kali ini kami diantarkan menuju suatu pulau kecil lainnya yang didalamnya hanya ada rumah makan, beberapa tempat tinggal kecil, dan keramba yang banyak. Sebelum saya turun, saya menyempatkan diri untuk menukar baju saya yang sudah basah setelah snorkeling tadi dengan baju rekar Binus (sebelumnya Parlinggoman yang memakai baju macam ini, dan sepertinya ada yang kurang suka bila membawa nama Binus, tapi tak apa) yang saya bawa di dalam tas yang saat snorkeling tadi saya letakkan di dalam kapal. Beberapa juga menitipkan dompet maupun ponselnya di sini saat itu. Kali ini tas tersebut saya bawa turun.

Sama seperti saat pertama kali tiba di Tidung Kecil, hal yang pertama kali dilakukan adalah buang air kecil. Tak heran juga sih, karena tadi habis turun di lautan. Kali tidak lagi dilakukan di balik pohon, namun di dalam toilet rumah makan. Kali ini pun lebih banyak yang ingin buang air kecil dan mengantre, termasuk saya. Masuk ke dalam toiletnya pun berdua-dua agar cepat. Kebetulan saya masuk bersama Eripin. Saya menghadap ke kloset, dan Eripin menghadap ke dinding di arah yang berlawanan.

Setelah selesai dengan masalah buang air kecilnya, beberapa sempat membeli es krim di restoran tersebut. Saya sendiri tidak membeli es krim karena masih merasakan dingin selepas snorkeling tadi. Setelah itu acara dilanjutkan dengan berjalan-jalan mengitari pulau, menuju bagian belakang dari restoran ini. Di kiri dan kanan banyak perairan tempat memelihara ikan yang sudah dibatasi bebatuan agar ikan tersebut tidak bisa pergi. Ada pula bulu babi di sini. Dan ternyata di antara yang ikut rekat di sini ada yang belum tahu apa bulu babi. Saya sendiri lupa siapa orangnya.


Kami kemudian pergi jauh ke belakang pulau. Di bagian paling ujung pulau ini, ada rumah yang disertai tulisan 'Awas Anjing Galak' yang berhadapan langsung dengan keramba-keramba ikan. Di seberang rumah itu lah kami berfoto-foto sejenak. Ada gaya yang mengikuti Antoni Wiguna, dan ada pula gaya yang mengikuti Stevanno Christian. Di atas adalah salah satu fotonya, dapat pula terlihat banyak keramba di belakangnya.

Tentu saja, setelah berfoto ria, kami melihat-lihat kerambanya. Bagi yang belum tahu apa itu keramba. Menurut kamus, keramba adalah keranjang tempat ikan berbentuk lonjong, terbuat dari anyaman bambu dengan kerangka kayu, biasanya berlapis ter supaya kedap air. Di sini pun kerambanya ada banyak, berisi mulai dari ikan-ikan yang kecil hingga yang besar. Untuk mengamati keramba-keramba ini kami harus melewati rangkaian kayu tersusun yang terapung di atas semacam drum plastik. Ada pula papan panjang, penghubung lantai yang lebih tinggi dengan yang lebih rendah, yang bila diamati dengan cermat sudah melengkung cekung di tengah.

Di sini, banyak pakan ikan yang dibiarkan terbuka begitu saja. Kami pun, termasuk saya, tak ragu lagi untuk mengambil dan menaburkannya ke sembarang keramba. Terlihat begitu cekatnya ikan-ikan di sana menerkam pakan yang baru kami ditaburkan. Pakan yang disebar pun ada yang masih kering maupun sudah basah. Tak peduli apa bedanya, kami tetap menaburkannya. Begitu menyenangkan, hingga beberapa dari kami pun ada yang terlalu semangat dan sering melakukannya. Semoga saja ikannya tidak kelebihan makan karena ini.

Setelah puas berkeliling-keliling di pulau ini, kami semua kembali ke kapal yang tadi untuk kembali ke Pulau Tidung. Kapal pun segera berangkat tak lama kemudian. Untuk tahu lebih jelas apa yang terjadi selanjutnya, pantau terus Isamu no Heya dan nantikan kiriman saya selanjutnya.