Navigasi

06 September 2011


Wisata ke Pulau Tidung yang Mendebarkan (4)

Akhirnya setelah kosong selama dua bulan kemarin, akibat sibuknya di masa-masa ujian dan juga koreksi, tibalah di masa-masa semester pendek yang lebih santai sehingga saya bisa kembali menuliskan entri di blog saya ini. Pada kiriman yang kali ini, akhirnya selesai lah tetralogi kisah wisata saya ke Pulau Tidung yang mendebarkan. (sedikit berlebihan kah? :D) Untuk kiriman yang sebelumnya bisa dilihat di sini:

Waktu bebas di hari kedua

Malam cepat sekali berlalu. Tidak terasa sudah tiba di hari kedua saya di Pulau Tidung ini. Walaupun beberapa sudah sungguhan bangun lebih awal dari saya dan saya sempat tahu hal itu, saya masih berada di atas kasur. Beberapa mungkin sudah bersiap untuk berangkat kembali ke bagian belakang pulau Tidung.

Pada akhirnya, karena ternyata yang lainnya sudah mau berangkat, saya pun dibangunkan. Tanpa mandi maupun tukar pakaian, saya langsung ikut mereka berangkat, walaupun sesungguhnya masih mengantuk. Seperti di hari sebelumnya, di saat yang lain menempuh perjalanannya dengan sepeda, saya diantarkan pemandu lokal ke tempat tujuan menggunakan sepeda motor.

Setelah tiba, saya bersama beberapa yang lainnya makan dahulu di warung yang ada di sana. Saya sendiri memesan mi goreng dan teh manis hangat. Ada pula yang memesan porsi dobel. Di sini, saya bersantai dahulu sejenak sambil menikmati pagi hari di dekat pantai. Beberapa yang lainnya ada pula yang meminjam dan memainkan bola di lapangan yang juga sudah tersedia di sana bersama dengan para pengunjung lainnya, maupun ada juga pula yang menaiki banana boat.

Mencoba banana boat


Setelah rombongan yang pertama kembali usai menaiki banana boat, kini saatnya giliran rombongan saya yang mencoba wahana ini. Satu banana boat ini, hanya bisa dinaiki oleh lima orang saja. Kali ini saya bersama Antoni, Ferenkey, Irsyad, dan Jeffry lah yang menaikinya. Terus terang ini adalah pengalaman pertama saya menaiki banana boat, sedikit takut pula pada awalnya.


Kami saat berada di atas banana boat.
Banana boat sudah didekatkan ke pantai pada awalnya. Kami pun diberikan jaket keselamatan terlebih dahulu. Saya juga menitipkan dahulu jam tangan dan tas jinjing saya sebelumnya, karena tidak mungkin saya membawanya bersama saya saat menaiki banana boat ini. Setelah itu, saya bersama yang lain pun mulai menaikinya. Untuk duduknya sendiri, di sini kaki kita hanya tinggal menjepit kapal karet tersebut lalu tangan menggenggam tali yang ada di depan kita. Setelah semua siap, seorang pengawas duduk di paling belakang banana boat sedangkan sang pengemudi bersiap menyalakan mesin kapal motor yang ada di depan untuk menarik banana boat kita ini.

Dimulailah perjalanan ini. Menurut saya, pada awalnya hal ini cukup menyenangkan. Melihat suasana laut di pagi hari, merasakan cipratan air laut yang terpercik dari kiri dan kanan saya. Dan ternyata, perjalanan berlanjut. Kami terus dibawa menjauhi pantai, melewati bawah jembatan, dan belum berbalik. Setelah berada cukup jauh dari pantai, mulailah kapal tersebut dibelokkan arahnya secara tajam dan juga dimiringkan, dan tentunya kami semua terjatuh dari kapal tersebut. Kata yang melihat dari kejauhan, selain kapal yang membelok tajam secara tiba-tiba, pengawas yang di belakang juga memiringkan kapal kami agar semuanya terjatuh.

Pengalaman kedua berada di laut lepas

Ini adalah pertama kalinya saya benar-benar terlepas di laut. Jika pada saat kemarin saya masih dapat berpegangan di dinding kapal, saat ini tidak bisa lagi. Banana boat sudah berlalu jauh dan sekarang sedang berbalik arah untuk menjemput kami kembali. Sebenarnya, cukup panik dan takut juga pada saat saya pertama kali terjatuh dari kapal tersebut. Walaupun sudah menggunakan jaket keselamatan, tentunya tidak bisa mengapung begitu saja. Pada awalnya tubuh saya benar-benar berada di dalam air laut yang kehijauan pada saat itu sepenuhnya, dan harus menahan napas. Setelah mencoba menggapai permukaan air, tak lama setelah itu, saya bisa mengapung kembali di permukaan. Hal ini benar-benar menghilangkan rasa kantuk saya.

Setelah itu, kami harus menghampiri kembali banana boat tersebut. Sedikit kesulitan juga untuk menghampirinya, karena saya tidak bisa menjejaki tanah untuk melangkah dan juga saya tidak bisa berenang. Dan karena ini adalah pertama kalinya, jadi saya sedikit lama untuk menghampirinya. Untungnya ada teman-teman dan juga pengawasnya yang membantu saya baik dalam menghampiri kembali kapal tersebut maupun dalam menaiki kembali kapal tersebut di tengah lautan.

Setelah berusaha, kini saya sudah berada di atas kapal lagi. Tidak sengaja saya berada di bagian paling depan kapal tersebut. Teman-teman menyarankan agar saya duduk agak ke ke belakang saja. Ya, karena saya sedikit takut dalam hal ini. Saya mengikuti saja, karena dipikir-pikir, di belakang sepertinya lebih tidak menyeramkan jika dibandingkan dengan di depan. Selain itu jika di belakang saya bisa berpegangan dengan teman saya yang di depan, dan hal ini saya lakukan.

Perjalanan pun dimulai kembali setelah semua 'penumpang' sudah berada kembali di atas kapal. Salah satu teman saya mengatakan bahwa saat ia ber-banana boat di tempat lain hanya dijatuhkan sekali. Berharap terjadi juga demikian di sini, namun ternyata katanya di sini kita akan dijatuhkan sebanyak tiga kali.... Yang kedua kali terjadi saat kapal sudah mengarah kembali ke pantai. Saya sudah tidak terlalu panik yang berlebihan di yang kedua ini. Setelah itu kapal dimiringkan sekali lagi, sepertinya akan menjadi yang ketiga kalinya. Namun ternyata tidak, kapal tidak terjatuh kali ini.

Menghabiskan waktu hingga tengah hari

Perjalanan dengan banana boat pun usai. Kapal dihentikan di posisi yang kurang lebih sama dengan tadi pada saat keberangkatan. Entah mengapa saat saya turun dari kapal dan menjejaki tanah sedikit terasa aneh. Mungkin karena baru saja terlepas di lautan dan tidak dapat menjejaki tanah, dan juga pasir di dasar tanah di sini yang ikut bergerak turun saat kita menginjakinya. Sebelum kami benar-benar keluar dari perairan, kami foto-foto dahulu sesaat di depan banana boat yang tadi.


Pohon kelapa
Setelah itu, sembari menunggu beberapa yang masih bersenang-senang, saya, Antoni Wiguna, dan Hendry Setiadi (jika tidak salah ingat) duduk di bawah pohon kelapa sembari membicarakan beberapa topik termasuk fitur obrolan antar-asisten yang pada saat saya menulis kiriman ini sudah mulai saya garap. Namun tidak disangka-sangka tak lama setelah itu sebuah buah kelapa meluncur jatuh dari atas. Untungnya kelapa itu hanya jatuh di antara kami dan tidak menimpa salah satu dari kami. Setelah itu kami menjauhi pohon kelapa itu, mencari tempat lainnya yang lebih baik.

Ternyata tak lama setelah itu, pemandu setempat menyatakan bahwa makanan bagi kami sudah siap. Saya dan beberapa yang lainnya memutuskan untuk kembali setelahnya. Beberapa yang tidak pulang masih bertahan di pantai itu, bermain air, atau bahkan menceburkan diri dari atas jembatan. Sama seperti saat perginya, saya diantar pemandunya dengan sepeda motor sedangkan yang lainnya pulang menggunakan sepeda menuju rumah tinggal.

Setibanya di rumah, saya pergi mandi terlebih dahulu. Mungkin sudah agak siang untuk mandi tapi biarlah, sekalian juga mengganti baju yang sudah basah tadi saat menaiki banana boat. Selesai mandi dan berkemas-kemas, tibalah saatnya untuk menikmati santapan terakhir dalam perjalanan ke Tidung kali ini yang ternyata sudah rapi dikemas agar siap untuk dibawa pulang - walaupun kami tetap memakannya di tempat. Setelah itu, tak lupa juga saya dan beberapa yang lainnya mencicipi 'Pop Ice' yang dijual di warung sekitar. Bisa dibilang 'Pop Ice' ini cukup murah, lengkap dengan choco chip dan keju dan hanya tiga ribu rupiah. Bila di Jakarta sudah tentu bisa lima ribu rupiah atau lebih.

Perjalanan pulang

Tidak lama setelah selesai makan, rombongan yang lainnya pun tiba. Saat itu, saya mendengar bahwa kapal yang menuju Jakarta akan diberangkatkan pada jam dua-belas siang. Sembari menunggu beberapa selesai makan dan berkemas, serta menghabiskan waktu menuju jam dua-belas, seperti biasa, kami meluangkannya dengan bermain kartu dan menonton televisi.


Foto di depan pos siskamling di seberang rumah
Tak terasa jam dua-belas pun tiba, dan seharusnya ini lah saat kami terakhir di Tidung pada perjalanan kami kali ini. Untuk itu sebelum berangkat ke pelabuhan, kami semua berfoto-foto dahulu di depan pos siskamling di seberang rumah tempat kami tinggal, dan tentu saja tidak lupa mengucapkan terima kasih pada pemilik rumah. Setelah puas berfoto-foto, kami pun berangkat menuju pelabuhan. Setelah tadi berpisah dengan pemilik rumah, kali ini kami berpisah dengan pemandu setempat sebelum akhirnya kami semua menaiki kapal yang sudah siap berangkat.

Kali ini sedikit berbeda dengan pada saat kedatangan. Cuaca yang lebih cerah: tidak hujan, penumpang yang lebih teratur, dan juga kali ini saya masih kebagian jaket keselamatan. Kami duduk di lantai bawah kapal, dan kali ini saya dapat melihat keadaan di luar. Ketika kapal mulai bergerak kemudian, saya dapat melihat bagaimana sulitnya kapal ini berputar balik untuk mengubah arah, karena sempat beberapa kali berbenturan dengan kapal lain di sekitarnya.

Terjebak di tengah laut (bagian kedua)

Kapal pun perlahan mulai meninggalkan pelabuhan Tidung dan berlayar menuju Jakarta. Kapal pun berlayar dengan lancar di hari yang cerah ini, dan kata Mahenda sekali pun ada masalah, ia sudah siap untuk menghadapinya. Saya sih berharap tidak akan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Namun tentunya, kita tidak dapat memperkirakan apa yang akan terjadi ke depannya.

Setelah beberapa jam berlalu dengan perjalanan kami yang indah, di mana saya bisa melihat situasi di luar, tidak disangka-sangka kapal mendadak berhenti. Saya pikir mungkin hanya kerusakan kecil dan sebentar lagi kapal akan berjalan kembali, namun ternyata tidak. Walau pun awalnya saya tidak panik, kini saya sudah mulai panik karena ombak pun sudah cukup kencang. Kapal pun sampai miring-miring berulang kali, mungkin sekitar tiga puluh derajat. Saking miringnya sehingga saat saya melihat ke arah jendela yang terlihat semua hanyalah lautan, tidak terlihat lagi bagian langit. O ya, jendela di sini hanya lah bagian kapal yang dilubangi, tidak ada kaca atau semacamnya. Dan lebih parah lagi, sempat beberapa kali air masuk melalui jendela itu.

Penumpang yang lainnya tak kalah paniknya, beberapa sudah saling menggapai jaket keselamatan, karena yang tersedia memang tidak cukup untuk semua penumpang. Beberapa yang lainnya mulai bolak-balik; ada seorang bapak yang berusaha memasukkan semua barang-barangnya ke dalam tas; ada pula seorang ibu yang kerap kali muntah di dekat jendela; bahkan ada yang selalu memarahi nakhodanya sampai-sampai ingin melaporkannya pada polisi ketika sudah sampai, padahal pastinya sang nakhoda juga sedang berusaha dan berpikir mengenai jalan keluarnya - bila diteriaki terus menerus, mungkin ia akan semakin bingung dan akan keliru memikirkan jalannya.

Suasana pun makin tidak nyaman, saya pun semakin khawatir karena ini di tengah lautan. Namun tak ada hal lain yang bisa saya lakukan kecuali berpasrah kepada Tuhan. Saya hanya duduk dan berharap bahwa ombak segera mereda dan terbebas dari situasi yang tidak menyenangkan ini. Waktu pun terasa berjalan sangat lama saat ini.

Ketidakpastian

Setelah entah berlalu berapa lama di tengah ombak lautan yang kencang ini, akhirnya ada datang juga sebuah kapal kecil. Namun sayangnya, kapal ini hanya bisa membantu kapal kami ini untuk menepi ke pantai terdekat, dan tidak bisa mengantarkan kami kembali ke Jakarta. Walaupun demikian, setidaknya kini saya sudah tidak terlalu panik, begitu pula dengan para penumpang yang lain, karena di sini sudah tidak ada ombak yang dapat memiringkan kapal. Kini sekali lagi kami semua menunggu adanya kapal besar yang mampu mengangkut kami semua.

Setelah menunggu entah berapa lama lagi, akhirnya datang juga sebuah kapal besar yang menepi. Tentunya kami semua langsung berpindah ke kapal tersebut setelah diberi aba-aba. Kami pindah tidak keluar dahulu dari atas seperti pada saat kami menaiki kapal ini, tapi melalui jendela antara kapal yang sudah didekatkan ini.

Di kapal ini, kami memutuskan untuk duduk di lantai dua dari kapal. Dari sini, kami bisa melihat pemandangan di luar melalui pintu besar di bagian belakang. Kapal mulai berjalan, dan perlahan semakin kencang, dan sepertinya lebih kencang dari kapal yang sebelumnya. Terasa goncangan kapal saat ia menaiki ombak. Saat kapal berbelok pun, rasanya lebih miring dari pada di kapal yang sebelumnya. Mungkin karena saya duduk di lantai dua kali ini. Selain itu, berembus pula angin kencang dari arah pintu tersebut. Beberapa orang sempat ke luar dan duduk di sana beratapkan langit, sambil menikmati suasana matahari terbenam di tengah laut yang cukup menawan.

Saya sudah merasa cukup lega sudah mendapatkan kapal yang dapat mengantarkan kami semua hingga akhirnya saya mengetahui bahwa kapal ini ternyata tidak menuju ke Jakarta. Akan kah kami semua dapat kembali ke Jakarta hari ini, itu lah yang sempat menjadi pertanyaan pada saat itu. Hari itu adalah Minggu, jadi jika tidak kembali hari itu juga, tentunya kami tidak bisa bekerja pada keesokan harinya... Sama seperti sebelumnya, tidak ada hal yang bisa kami lakukan pada saat ini, selain menantikan saja apa yang akan terjadi selanjutnya.

Larut sore, kapal pun berlabuh juga, dan ternyata kami semua tiba kembali di Pulau Tidung. Ada pula yang turun dahulu untuk ke toilet. Beberapa dari kami juga bertanya-tanya haruskah kami tinggal satu malam lagi di Pulau Tidung, lalu bertemu kembali dengan pemilik rumah dan menyatakan tidak jadi kembali ke Jakarta, dan menginap di sana kembali. Sebenarnya kami hanya menyewa rumah tersebut untuk dua malam. Akan kah kami diperbolehkan menginap untuk satu hari lagi di sana. Lalu bagaimana dengan jadwal kerja untuk besok. Semuanya penuh dengan ketidakpastian.

Perjalanan pulang (lagi)

Sebenarnya kami semua juga tidak diperintahkan untuk turun, jadi kami tetap tinggal di kapal. Penumpang asli kapal ini pun turun, berganti dengan penumpang yang naik dari Tidung hingga kapal pun penuh. Setelah menunggu tanpa kabar, akhirnya kapal pun mulai berlayar, menuju Jakarta pastinya.

Tidak ada yang istimewa saat pulang kali ini. Hari pun sudah berganti malam, dan tidak ada hal yang bisa dilakukan selain menunggu. Suasana di dalam kapal ini sendiri cukup gelap, karena hanya ada dua penerangan. Jika melihat ke arah luar kapal, yang terlihat hanya lah laut. Entah mengapa, perjalanan pulang kali ini terasa sangat lama.

Dan akhirnya, setelah lelah duduk cukup lama di dalam kapal, kami semua pun tiba kembali di Jakarta, tepatnya di Muara Angke. Kami semua turun dari lantai atas kapal lalu keluar dari kapal. Karena kapal kami tidak berada paling dekat dengan pelabuhan, karena ada kapal-kapal lain sebelumnya, kami harus melompati dan melewati kapal demi kapal untuk sampai di pelabuhan. Saat menapakan kaki di tanah, saya masih merasakan goncangan seolah masih di tengah lautan. Maklum, selama kurang lebih delapan jam tadi, kami semua berada di dalam kapal yang terombang-ambing di tengah lautan.


Sebelum kembali pulang, saya dan beberapa yang lainnya mampir terlebih dahulu ke toilet. Setelah itu kami semua keluar dari area pelabuhan, dan menuju tempat di mana angkot yang sudah kami charter sebelumnya sudah menanti. Kami pun berangkat kembali menuju kampus Anggrek. Di perjalanan kali ini, beberapa menyempatkan waktu untuk bercerita bagaimana perasaannya pada saat di dalam kapal tadi. Ada pula yang mengatakan bahwa perjalanan dari Gala Explorer kali ini benar-benar membuat galau.

O ya, di perjalanan pulang ini, sang kondektur sudah mengenakan topi yang lainnya dan tetap berdiri menggantung di luar. Namun kali ini, topinya tidak lepas tertiup angin lagi. Tidak ada kejadian menarik lainnya saat di angkot. Tak lama kemudian, kami semua pun tiba kembali di kampus Anggrek dengan selamat.

Dan dengan demikian, berakhirlah segala sesuatu yang bisa saya ceritakan mengenai perjalanan saya ke Pulau Tidung bersama Bluejack 10-1 yang penuh akan Unbelievable sights dan Indescribable feeling. Terima kasih bagi yang sudah membaca cerita saya dari awal hingga akhir. Sampai jumpa di kiriman selanjutnya dalam Isamu no Heya!