Perjalanan kembali ke Pulau Tidung
Restoran yang dimaksud pada kiriman yang sebelumnya. Dari kiri ke kanan: Budi, Eripin, Yoki Winata, Samuel Sonny Salim, Parlinggoman R. Hasibuan, Yuhdy Budiarto, Mahenda Metta Surya, Sean Young Tjahyadi, Hendry Setiadi, dan William Surya Permana (saya). |
Setelah puas berkeliling di pulau ini melihat-lihat keramba, kami semua kembali ke kapal yang segera berangkat tak lama kemudian menuju ke Pulau Tidung. Jika pada saat kedatangan ke sini kami memilih tempat duduk di bagian tengah kapal yang tertutup, saat ini kami memutuskan untuk duduk di bagian belakang kapal yang terbuka. Di sini kami bisa melihat lebih jelas laut yang ada di sekitar kami.
Sore itu, kapal mulai berangkat. Tidak ada sesuatu yang mencurigakan saat kami mulai meninggalkan keramba tersebut. Dalam perjalanan kami berbincang-bincang mengenai apa pun seperti biasa, hingga muncul keanehan. Awak kapal yang kebetulan berada di depan kami mulai menyendoki air yang ada di dalam semacam kotak di sana ke luar kapal. Saya dan juga yang ada sekitarnya mulai bertanya-tanya apakah kapal itu bocor. Saya dengar dari salah satu orang yang menanyakan ke awak tersebut bahwa ternyata hanya olinya yang merembes.
Terjebak di tengah laut (bagian pertama)
Mungkin sudah cukup lega bahwa bukan kapalnya yang bocor, namun tiba-tiba saja kapal tersebut berhenti melaju. Sang awak sudah mencoba menyodok berulang kali ke dalam ke kotak itu menggunakan semacam batang kayu. Mungkin untuk mengeluarkan oli yang tersisa, namun tetap saja kapalnya tidak mau melaju. Hari pun sudah mulai gelap saat ini. Semuanya sudah mulai panik. Bagaimana tidak, yang terlihat di sini hanyalah laut, tak ada yang bisa dimintai tolong.
Suasana petang menjelang malam yang di ambil dari kapal. |
Di sini terlihat yang panik adalah Mahenda. Dia bilang sendiri bahwa kalau dia tidak melakukan sesuatu, misalnya menceritakan pengalamannya atau bernyanyi, dia akan semakin panik. Salah satu yang unik adalah dia bercerita bahwa dia pernah dua kali mencium temannya yang juga laki-laki di bibirnya. Cukup mengejutkan bukan? Saya sendiri belum pernah melakukan hal seperti itu, setidaknya tidak di bibir. Beberapa teman saya sempat menanyakan dia bagaimana hal itu bisa terjadi, dan katanya karena ia ditantang.
Selain sesi sharing-nya Mahenda, satu lagi yang cukup tak terlupakan adalah sesi perekaman video bersama yang seolah-olah ini adalah video yang terakhir yang bisa dibuat. Isinya mulai dari minta maaf akan kesalahan-kesalahan pada orang tua dan juga sesama teman. Ada pula video berisi Ferenkey yang menyampaikan pesannya untuk Amel. Selain itu ada pula video dengan gaya acara berita yang menyampaikan berita bahwa sudah beberapa jam kami di sini dan belum berpindah. Beberapa isi video yang tak jelas lainnya juga dibuat hanya untuk mengisi waktu luang. Saya sendiri tidak memiliki salinan video ini. Jadi bagi yang ingin melihat, jangan memintanya pada saya.
Berbagai ekspresi 'penumpang' yang ada. |
Malam hari di Tidung
Seperti di kapal yang sebelumnya, kami semua duduk di bagian belakang kapal. Yang membedakan di kapal yang baru saja tiba ini adalah kemudinya ada di bagian belakang pula. Kami semua bisa melihat bagaimana sang pengemudi kapal mengendalikan kapal tersebut melalui tongkat panjang menggunakan kakinya.
Kapal pun segera berangkat tak lama kemudian. Sedangkan kapal yang sebelumnya ditinggalkan di sana bersama beberapa awak kapalnya. Pastinya nanti akan ada kapal lain yang datang lagi untuk menarik kapal yang telah mogok tersebut. Perjalanan akhirnya berlangsung dengan lancar dan kami pun akhirnya tiba kembali di Pulau Tidung.
Setelah rindu akan daratan, tiba juga di daratan. Sampai di rumah, sudah ada makanan yang menanti kami. Tentunya kami semua langsung menyantapnya bersama. Seharusnya ini adalah makan sore, namun karena ada kejadian tak terduga tadi, baru semalam ini dapat kita makan. Sebenarnya pada jadwal acara ada lagi acara barbeque malam.
Yang selalu terjadi lagi dan lagi. |
Mengenai soal mandi, kamar mandi yang disediakan di sini hanya dua. Beberapa yang ingin cepat mandi, bahkan mandi bersama berdua dalam satu ruang. Entah apakah mereka telanjang bulat di dalam atau tidak. Walaupun saya pernah mandi bersama sebelumnya, untuk kali ini saya memutuskan mandi sendiri saja. O ya, satu lagi yang unik, kamar mandi di sini sangat pendek. Saya dapat dengan mudah menyentuh langit-langit di sini. Jika orang yang lebih tinggi yang masuk, bisa jadi sudah terbentur kepalanya.
Kembali ke topik utama, bertentangan dari yang ingin cepat-cepat mandi, ada pula yang memutuskan untuk mandi nanti saja dengan anggapan bahwa jika nanti barbeque pasti berasap-asap dan badan akan kembali kotor. Namun pada akhirnya sudah pada tewas dahulu sebelum acara barbeque malam tersebut. Saya tidak termasuk yang itu. Saya bersama tiga-atau-empat teman saya (lupa berapa dan siapa) tetap berangkat menuju tempat barbeque walaupun saya juga sudah mulai lelah.
Di malam ini dengan diarahkan oleh pemandu lokal di sana, pergi ke gubuk tempat ronda yang tepat menghadap ke arah laut. Ternyata barbeque yang dimaksud di ini adalah bakar ikan dengan bumbu kecap manis dan saus sambal. Hal ini berbeda dengan bayangan saya yaitu ada ayam, sapi, udang, cumi, dan lain-lainnya dengan saus khas. :D Walaupun demikian, tentunya masih enak. Ikannya sendiri masih segar, katanya baru ditangkap sore tadi.
Kami sepertinya sudah disediakan satu ikan untuk satu orang, dan juga beberapa botol air mineral. Di sana kami hanya menghabiskan ikan-ikan yang pertama kali dibakar, ada lima jenis ikan yang berbeda-beda jika tidak salah. Saya sendiri tidak tahu ikan apa itu. Kami bergantian 'mencabik' daging ikan yang masih hangat itu, mencelupkannya ke dalam kecap manis maupun saus sambal. Sang pemandu dan beberapa warga sekitar pun juga ikut makan di sini. Sepertinya mereka sering melakukan makan bersama macam ini. Suasana kekeluargaan cukup terasa di sini, ditambah lagi dengan kehangatan dari api unggun yang melawan angin malam dari arah laut.
Hasil bakaran yang kedua pun tiba. Tak sanggup lagi memakannya, kami memutuskan untuk membawanya saja kembali ke rumah bagi yang tadi tidak ikut barbeque bersama kami. Sedangkan untuk sisa ikan yang lainnya, kami membiarkannya untuk warga di sana saja. Dari pada kami bawa dan tidak habis dimakan, jadi mubazir nantinya. Sampai di rumah, sesuai dugaan, mereka yang tadi sudah tidur, kembali bangun untuk menyantap ikan-ikan yang kami bawakan beserta sebotol kecap manis dan saus tomatnya.
Setelah semua acara selesai, saya pun sikat gigi dan bersiap untuk tidur. Satu kasur di sini dipakai untuk empat orang. Maklum lah karena kami hanya menyewa satu rumah untuk belasan orang ini. Namun di luar dugaan, saya tetap dapat tidur dengan lelap di tengah suasana yang baru dan kesempitan ini, mungkin karena sudah terlalu letih selama seharian ini. Saya cukup bersyukur bisa tertidur baik, mengingat hal-hal yang tidak kalah mendebarkan yang terjadi di hari kemudian.
Demikianlah yang bisa saya sampaikan di kiriman saya kali ini. Untuk kisah wisata saya bersama Bluejack 10-1 di hari kedua, nantikan kiriman saya berikutnya di Isamu no Heya! Sampai jumpa nanti.
Kirimkan komentar
Silakan masukan komentar pada kotak teks yang tersedia, lalu klik tombol biru. Periksa kembali secara berkala untuk menemukan balasan terbaru. Anda mungkin tidak menerima notifikasi saat seseorang membalas komentar.